Allah Dulu, Allah Lagi, Allah Terus…!

Pagi ini selepas sholat subuh dan tilawah, aku sudah stand by di depan televisi bersama Rizki, temen satu kontrakanku. Ada acara yang aku tunggu-tunggu yang aku nggak ingin ketinggalan barang semenitpun, yaitu pengajiannya Bengkel Hati bersama Ustadz Yusuf Mansur tiap Senin-Jum’at jam 5 pagi di ANTV. Kemudian tak lama lagi Azizah nimbrung bersama kami. Aku sudah menyiapkan buku dan pulpen untuk mencatat materi dari ustadznya, lalu Rizki pun ikut-ikutan ngambil alat tulis. Soalnya yang namanya ilmu itu kalo nggak dicatat ya gampang sekali hilangnya.

Untuk pagi ini ustadznya menyampaikan materi tentang tawakkal. Kalo selama ini yang aku pahami tentang tawakkal ya ikhtiyar dulu baru kemudian tawakkal. Ternyata bukan seperti itu urutannya kalo menurut ustadznya. Kita tawakkal dulu dengan cara mengadu pada Allah, baru ikhtiyar.

Rumus tawakkal yang disampaikan Ustadz Yusuf Mansur adalah

  • Karena Allah
  • Kepada Allah, dan
  • Di jalan Allah

Ini sudah pasti, semuanya bermuara pada Allah. Sedangkan urutannya adalah

  1. Allah dulu
  2. Allah lagi
  3. Allah terus

Ustadz yusuf Mansur memberikan contoh yang sangat bagus sekali mengenai implementasi dari konsep “Allah dulu, Allah lagi, Allah terus” ini.

Gini ceritanya, ada seorang bapak, sebut saja Pak Ahmad. Beliau butuh biaya kuliah untuk anaknya. Di rumah beliau punya sepeda motor yang bisa dijual untuk memenuhi biaya kuliah tersebut. Kemuangkinan terjual 2,5 juta, namun Pak Ahmad ini butuhnya 4 juta. Ketika anaknya datang meminta uang ke Pak Ahmad, jika beliau orang biasa, beliau akan bilang “Iya nak, ada motor, nanti akan bapak jual untuk membiayai kuliahmu”.

Menurut kalian ada yang salah nggak dengan jawaban Pak Ahmad tadi? Aku pun berpikiran apanya yang salah ya dari jawaban tadi. Ternyata nggak gitu sodara-sodara, Pak Ahmad ini karena tau betul gimana tawakal menjawab “Ya nak, bapak tak konsultasi dulu ke Allah, karena kemungkinan bapak bisa menjual motor bapak”. Kemudian Pak Ahmad sholat dhuha lalu berangkat ikhtiyar untuk menjual motornya. Dari sini, pak ahmad tidak menggantungkan penolongnya kepada motor, tapi Allah lah yang didahulukan (Allah dulu).

Selanjutnya, setelah nyampe ke toko dimana motornya mau dijual, terjadi tawar menawar antara pak Ahmad dengan pembeli,

Pak ahmad : “ini saya mau jual motor, saya tawarkan 4 juta rupiah, bagaimana pak?”

Pambeli : “motor kayak gini 4 juta, 2 juta pak”

Pak ahmad : “waduh pak, jangan 2 juta, saya butuh 4 juta untuk biaya kuliah anak saya”

Pembeli : “ya udah, 2,5 juta, mau kagak?”

Pak ahmad : (kalo 2,5 juta, yang 1,5 juta laginya dari mana, tapi gak papa lah ada Allah) “hmmm, sebentar ya pak, saya tak ijin dulu ke Allah, boleh nggak 2,5 juta” (Allah lagi)

Pembeli : “ya udah sono, tanyain ke Allah, 2,5 juta boleh kagak”

Akhirnya Pak Ahmad mencari mushola, beliau wudhu dan sholat sunnah. Setelah itu beliau berdoa kepada Allah, mengadukan semua yang menjadi permasalahannya, meminta jawaban apakah beliau harus menjual motornya seharga 2,5 juta. Kalo memang Allah mengijinkan, sisanya yang 1,5 juta pasti akan Allah carikan jalan untuk memenuhinya.

Apakah tiba-tiba jawaban dari Allah langsung terdengar oleh Pak Ahmad? Tidak seperti itu, jawaban itu berupa isyarat, bisa jadi ketika nanti Pak Ahmad balik menemui pembeli, pembelinya sudah pergi, itu berarti Allah tidak mengijinkan, jika pembelinya tetap menunggu, berarti Allah mengijinkan. Atau mungkin ada isyarat-isyarat lain yang memperlancar atau menghambat proses jual belinya itu.

Setelah Pak Ahmad mantap dengan niatnya, yang ingin menjual dengan harga 2,5 juta. Beliau akhirnya keluar dari mushola untuk menemui pembeli itu tadi. Eh, tanpa disangka-sangka, apa yang terjadi? Motornya sudah tidak ada ditempat, raib entah ke mana. Wah, gimana ini, kira-kira kalo kita yang ada diposisi Pak Ahmad, apa yang akan kita lakukan? Hmmm,,, unpredictable… tapi Pak Ahmad mencoba untuk tegar, karena beliau sejak awal tidak menyandarkan hidupnya pada motornya itu, beliau masih punya Allah yang tidak akan pernah hilang. Akhirnya beliau yang masih punya wudhu, sholat lagi mengadu ke Allah atas apa yang menimpanya ini. Kali ini dijamin sholatnya lebih khusyu’ dari yang sebelumnya (hehe…).

Melihat ayahnya yang pulang ke rumah tanpa membawa motor, anaknya bertanya, “gimana pak, motornya sudah terjual?” pak ahmad hanya bisa memasrahkan semuanya pada Allah. Dan yakin nanti akan diganti oleh-Nya (Allah terus).

Yup, sambil denger cerita itu, terasa tertohok-tohok diriku. Selama ini, rasanya si sudah tawakkal gitu, tapi belum mengamalkan yang Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.

Semoga bermanfaat…Wallahu a’lam bisshowab

Kamis, 12 Januari 2012

Suatu siang di kantor Metadata

About nailfikri

Calm and Peace

Posted on 12/01/2012, in Wisata Hati Yusuf Mansur. Bookmark the permalink. 10 Comments.

  1. dari semua bacaan cuma sampai allah dulun allah lagi,,,,tolong dong tentan terus tolong dong di share allah terusnya,,,sebab yang episode allah terus saya ngga nonton,,,,,

  2. tawakkal itu ternyata masya Allah… Berattttttt…. ya Allah…..

  3. Reblogged this on Symplyer on WordPress and commented:
    Subhanallah…

  4. tawakkal tuh forever mulai dari awal hingga akhir

  5. saya minta artikel nya yah

  6. Reblogged this on Little L.

  7. haloo gimana akhir cerita ini yaa?

Leave a comment